Monday 5 November 2012

Seperti Telur


Alkisah ada seorang guru taman kanak2 yang bertanggung jawab mengajar kelas yang penuh anak hiperaktif, brilian, kreatif dan ceria sehingga kelasnya menjadi kelas tergaduh.

Pada suatu pagi, selagi Ibu Ani mengawasi anak-anak bermain waktu istirahat, dia melihat dua muridnya berkelahi sementara yang lain bersorak-sorai.

Lekas dia melerai dan membawa dua bocah itu ke kantor kepala sekolah.

"Coba ceritakan ada apa,"ujar kepala sekolah.

"Dia menonjok saya,"jawab si bocah laki-laki yang berambut pirang.

"Mengapa kamu menonjok dia?"tanya sang kepala sekolah.

"Dia bilang saya gendut dan lamban, dia juga bilang kalau saya ini kuda nil,"kata si anak berambut hitam dengan mata berlinang.


Read MoreKeesokan harinya kelas lebih tenang. Anak-anak tentu saja masih terpengaruh oleh kejadian kemarin, maka Bu Ani membuat rencana.

Bu Ani memanggil seorang anak perempuan ke depan kelas. "Anak-anak hari ini kita akan melakukan eksperimen. Ibu punya sebutir telur. Beti akan membantu Ibu memecahkan telur ini. Nanti kaian semua amatin apa yang terjadi.

"Oke Beti, telur ini boleh kau pecahkan sekarang." Sewaktu Beti memecahkan telur Ibu Ani bertanya "Ada yang bisa memberi tahu Ibu apa yang kalian lihat?" Tangan-tangan kecil teracung penuh semangat.

"Ya Koko," Bu Ani sambil menunjuk anak laki-laki.

"Telurnya terbelah menjadi dua dan aku bisa melihat putih dan kuning telurnya tumpah ke dalam mangkuk," kata Koko.

"Bagus sekali! Nah kalian siap? Kalau kalian tahu jawabannya tunjuk tangan. Untuk satu minggu tanpa pekerjaan rumah, siapa yang bisa mengatakan kepada ibu bagaimana ibu bisa mengembalikan isi telur ke dalam cangkangnya?"

Seluruh kelas jadi hening. Tidak ada tangan yang terangkat, hanya wajah-wajah bingung yang terlihat.

"Bu Ani, tidak ada satupun yang bisa mengembalikan telur itu, kan?"

"Menurutmu bagaimana?"bu Ani balik bertanya.

"Tidak bisa bu Ani, menurutku tidak bisa.''

"Bagus kau benar! Kita tidak bisa membuat telur itu utuh lagi. Sekali butir telur itu pecah dia akan tetap pecah. Begitu pula dengan kata-kata. Setiap kali sepatah kata keluar dari mulut, kata itu tidak akan bisa kembali. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan kepada orang lain. Kata-kata itu bisa menyakitkan, persis seperti memecahkan butir telur."

Si bocah pirang berdiri dan menghampiri temannya seraya berkata "Aku minta maaf karena telah memanggilmu gendut."

"Aku minta maaf telah menonjokmu,"jawab temannya yang berambut gelap.



Subhanallah, benar sekali bukan? Setiap kata atau perbuatan  keji yang keluar ibarat telur yang pecah. Tak peduli sekeras apa kita berusaha, kita tidak bisa mengembalikan telur ke dalam cangkangnya seperti semula. Ibu Ani benar sekali. Begitu sepatah kata meninggalkan mulut kita, kata itu tidak akan pernah bisa kembali. Dan begitu sampai tujuannya kata itu akan masuk melalui telinga si penerima, menuju ke hatinya, menghancurkan hatinya yang rapuh dan melukai perasaan orang itu.